Audit Atas Laporan Keuangan Terhadap UMKM, Apakah Diperlukan?
Haijatim.com, Surabaya – Peran dan keterlibatan Usaha Mikro , Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) jumlah UMKM saat ini mencapai sekitar 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61, 07 %, serta mampu menyerap 97% dari total penyerapan tenaga kerja nasional. Dibalik besaran angka -angka menakjubkan dan peran strategis yang demikian besar bagi perekonomian Indonesia, masalah yang di hadapi oleh UMKM juga sangat kompleks, antara lain, minimnya tenaga ahli dan tenaga terampil, manajemen yang relatif belum stabil , belum mampu dan rentan terhadap persaingan bisnis yang sangat keras, dan last but not least kecilnya permodalan dan sulitnya akses terhadap lembaga keuangan formal. Hal inilah yang menyebabkan struktur UMKM di Indonesia masih di dominasi oleh Usaha Mikro (sekitar 98%), dan angka ini tidak banyak beranjak dalam sepuluh tahun terakhir. Artinya Usaha Mikro kita tak kunjung naik kelas menjadi Usaha Kecil apalagi menjadi Usaha Menengah.
Menyoroti lebih khusus terhadap minimnya aspek permodalan dan akses terhadap lembaga keuangan formal menjadi suatu hal yang sangat menarik namun sekaligus dilematis. Minimnya modal berarti masih diperlukan tambahan dana untuk kelangsungan usaha yang seharusnya dapat diperoleh melalui lembaga lembaga keuangan , khususnya lembaga keuangan formal. Namun demikian Lembaga keuangan formal dalam hal ini perbankan pada umumnya meminta syarat antara lain adanya bisnis plan, laporan keuangan yang terstandarisasi dan telah di audit oleh Akuntan Publik, serta jaminan yang berupa asset perusahaan maupun milik pribadi pemilik usaha. Bagi usaha sekelas UMKM persyaratan tersebut bukanlah persoalan yang sederhana, apalagi untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Ini adalah persoalan besar dan sangat mahal.
Tulisan ini lebih memfokuskan pada aspek laporan keuangan yang terstandarisasi dan telah di audit oleh Akuntan Publik. Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) telah menyusun Standar Akuntansi Keuangan khusus UMKM, yakni SAK EMKM (Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro,Kecil dan Menengah) yang berlaku efektif sejak 1 Januari 2018. Penerbitan Standar Akuntansi Keuangan ini bertujuan untuk “ menyederhanakan “ bentuk dan isi pelaporan keuangan karena standar akuntansi keuangan yang lain (SAK besar dan SAK ETAP) dirasakan masih terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan kebutuhan pelaporan keuangan UMKM. Apabila SAK yang lain komponennya adalah : (1)Laporan Posisi Keuangan (Neraca) pada akhir periode , (2)Laporan Laba Rugi selama periode berjalan , (3)Laporan Perubahan Ekuitas , (4)Laporan Arus Kas , dan (5)Catatan Atas Laporan Keuangan , maka komponen SAK EMKM hanya terdiri dari : (1) Laporan Posisi Keuangan (Neraca) pada akhir periode ,(2) Laporan Laba Rugi selama periode berjalan/ Laporan Kinerja , (3)Catatan atas Laporan Keuangan. Nampaknya jauh lebih sederhana , namun mari kita analisis lebih lebih jauh . Dalam setiap Standar Akuntansi Keuangan, salah satunya, selalu mensyaratkan adanya keterpisahan pengelolaan keuangan yakni , antara pengelolaan keuangan usaha / bisnis dan pengelolaan keuangan rumah tangga / keluarga pemilik usaha. Apabila terdapat keterpisahan yang tegas antara pengelolaan keuangan usaha /bisnis dengan pengelolaan keuangan keluarga/ rumah tangga pemilik maka laporan keuangan UMKM benar – benar mencerminkan kejadian dan transaksi keuangan yang dapat diandalkan untuk mengukur kinerja UMKM tersebut . Akan tetapi apabila yang terjadi adalah sebaliknya , pengelolaan keuangan yang campur aduk dengan keuangan keluarga / rumah tangga dan dipaksakan untuk menyusun laporan keuangan maka hasilnya justru akan menyesatkan ( misleading ) karena tidak mencerminkan hasil usaha dan kinerja sesungguhnya. Masih ditambah lagi dengan minimnya tenaga terampil yang mampu melakukan pencatatan pembukuan transaksi transaksi keuangan . Menggaji seorang / beberapa karyawan terampil yang mampu melaksanakan pencatatan transaksi keuangan dan menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi keuangan tentu dirasakan sangat membebani UMKM tersebut. Berdasarkan pengamatan penulis , masalah ini amat sangat banyak ditemukan pada tingkat Usaha Mikro dan Usaha Kecil , akibatnya mereka sangat kesulitan menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan EMKM.
Apabila kita menelisik lebih jauh sesuai dengan konteks judul tulisan ini yakni audit atas laporan keuangan UMKM , maka secara singkat akan dijelaskan tujuan audit atas laporan keuangan secara umum. Tujuan utama audit atas laporan keuangan adalah bahwa Akuntan Publik (auditor) akan memberikan pernyataan pendapat (opinion) tentang tingkat kewajaran (fairness) laporan keuangan yang di audit dan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
Secara umum, manfaat dilaksanakan audit atas laporan keuangan terhadap suatu entitas bisnis diantaranya adalah meningkatnya kredibilitas dan akuntabilitas laporan keuangan ditinjau dari pihak eksternal perusahaan, misalnya pihak lembaga keuangan / perbankan ataupun pihak instansi pajak, serta pihak ekstern lain yang membutuhkan informasi keuangan yang di audit. Sejatinya apabila audit atas laporan keuangan dilaksanakan dengan benar oleh Akuntan Publik sesuai dengan pedoman Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dalam hal ini adalah Standar Auditing , pekerjaan jasa audit harus melalui jalan yang cukup panjang dan membutuhkan waktu yang lama dan tentu saja berbiaya mahal. Ada banyak tahapan yang harus dilakukan oleh Akuntan Publik , antara lain (1) melakukan studi pendahuluan untuk menentukan apakah laporan keuangan perusahaan dapat di audit atau tidak; apabila di simpulkan dapat di audit maka langkah berikutnya adalah membuat surat perikatan audit, (2) melakukan perencanaan audit , (3) melaksanakan pekerjaan audit , dan (4) Menyusun laporan audit.
Pertanyaan besarnya adalah mampukah UMKM , khususnya sekelas Usaha Mikro dan Usaha Kecil, melakukan semua ini? Alih alih melaksanakan audit atas laporan keuangannya , menyusun laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK EMKM) saja sudah merupakan problem rumit tersendiri . Pada umumnya mereka lebih terfokus pada bagaimana memproduksi barang dan dengan cara apa dan bagaimana produknya bisa terjual dan disukai konsumen. Sementara pencatatan transaksi keuangan secara detail dan terstandarisasi belum menjadi prioritas mereka.
Ketika ada pertanyaan, apakah laporan keuangan UMKM perlu dan bahkan harus di audit ? Maka jawabannya adalah audit atas laporan keuangan UMKM harus dilakukan secara selektif , hanya UMKM yang sudah mempunyai bisnis yang mapan , berskala besar , manajemen yang stabil ,dan mampu berkompetisi . Umumnya UMKM jenis ini ber kategori Usaha Menengah. Audit atas laporan keuangan akan memberikan manfaat yang optimal bagi mereka karena akses terhadap lembaga keuangan akan terbuka sehingga lebih mudah untuk memperoleh dana pinjaman baik berupa kredit investasi maupun kredit modal kerja, demikian juga dengan penyusunan laporan keuangan untuk kepentingan perpajakan , kepercayaan rekan bisnis jika melakukan kerja sama bisnis .
Bagaimana dengan UMKM sekelas Usaha Mikro dan Usaha Kecil ? Sejatinya mereka lebih memerlukan bimbingan dan pendampingan dalam berbagai aspek termasuk dalam menyusun laporan keuangan yang terstandarisasi. Siapakah yang akan melakukan program bimbingan dan pendampingan? Pemerintah dapat mengajak pihak perguruan tinggi yang mempunyai program studi akuntansi dan studi manajemen untuk terlibat secara langsung dalam program bimbingan dan pendampingan tersebut. Pada intinya Usaha Mikro dan Usaha Kecil sangat memerlukan perhatian yang sangat khusus dan serius dalam semua aspek. Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai dampak Covid-19 masih sangat relevan untuk dilanjutkan . Program PEN mencakup Program dukungan terhadap UMKM diantaranya , di bidang pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) , Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), subsidi bunga / margin non KUR , Penjaminan Kredit UMKM , Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM ditanggung pemerintah . Seluruh cakupan program ini akan sangat membantu kelangsungan bisnis UMKM . Kemudian baru diberikan pemahaman tentang pentingnya melakukan pencatatan transaksi keuangan yang terstandarisasi dan selanjutnya diberikan pemahaman tentang audit atas laporan keuangan dan manfaatnya untuk pengembangan bisnis. Semuanya harus dilakukan secara bertahap dan penuh kesabaran dan pengertian.
Daftar Pustaka
– Ikatan Akuntan Indonesia, 2016. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil dan Menengah (SAK EMKM), Jakarta: IAI
– Ikatan Akuntan Indonesia, 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik, Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan
– Mulyadi, 2014. Auditing. Edisi Keenam, Jakarta: Salemba Empat
– PP No 7 Tahun 2021 Tentang Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan Koperasi da Usaha MIkro, Kecil dan Menengah (PP UMKM)
Iffah Qonitah, SE., MSi., Ak., CA
– Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya pada prodi Akuntansi
– Penulis juga aktif melakukan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat
BACA JUGA