Nanofluida Mahasiswa ITS Ubah Panas Bumi Jadi Energi Listrik

Produktivitas Ekstraksi Meningkat 21,3%

Nanofluida Mahasiswa ITS

Haijatim.com, Surabaya – Inovasi nanofluida yang dikembangkan oleh tim Program Kreativitas Mahasiswa – Riset Eksakta (PKM-RE) Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS) merupakan langkah maju yang signifikan dalam memanfaatkan sumur minyak terbengkalai di Indonesia untuk energi baru. Dengan meningkatkan produktivitas ekstraksi energi panas bumi menjadi energi listrik hingga 21,3%, ini menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan efisiensi energi.

Nanofluida yang berbasis air dan mengandung partikel nano inti seng oksida (ZnO) memiliki keunggulan dalam konduktivitas termal, yang esensial untuk transfer panas yang efisien. Penambahan lapisan titanium dioksida (TiO2) untuk meningkatkan stabilitas adalah inovasi cerdas, mengingat partikel nano sering mengalami pengendapan yang dapat mengurangi efisiensi.

Nanofluida Mahasiswa ITS

Tim PKM-RE ITS (dari kiri) Muhammad Reza Hardiyansyah, Yusuf Chandra, Wury Handayani, dan Alif Risyan Syahbana saat mendapatkan medali emas di Pimnas ke-37

Inisiatif ini tidak hanya berpotensi untuk meningkatkan sumber energi berkelanjutan di Indonesia, tetapi juga dapat mengurangi dampak lingkungan dari sumur yang terbengkalai. Anggota tim PKM-RE ITS Wury Handayani menjelaskan, nanofluida yang dikembangkan timnya ini merupakan cairan berbasis air yang mengandung partikel nano inti seng oksida (ZnO). Partikel tersebut dipilih karena dikenal konduktivitas termalnya yang tinggi sehingga sangat efektif dalam mentransfer panas. “Namun, partikel tersebut mudah mengendap sehingga kami menambahkan dua lapisan titanium dioksida (TiO2) untuk meningkatkan stabilitas nanofluida,” tambahnya.

Selanjutnya, tim dari Departemen Teknik Fisika ITS ini menggunakan nanofluida tersebut dalam siklus rankine organik. Pada siklus ini biasanya dibutuhkan sebuah boiler untuk memanaskan air hingga mencapai titik didihnya 100 derajat celsius, sehingga dapat menghasilkan uap panas bertekanan tinggi untuk memutar turbin. Selanjutnya, turbin yang berputar tersebut terhubung dengan generator yang menghasilkan energi listrik.

Akan tetapi, penggunaan boiler air tersebut dinilai kurang efektif karena memerlukan energi panas yang tinggi. Pasalnya, nanofluida core-shell ZnO@TiO2 ini memiliki titik didih yang relatif rendah sekitar 25 derajat celsius, sehingga dapat mempercepat penghasilan uap bertekanan tinggi. “Karena panas dari perut bumi telah cukup untuk mendidihkan nanofluida ini, kami tidak memerlukan boiler air untuk menghasilkan uap sehingga lebih efektif,” papar Wury.

Nanofluida Mahasiswa ITS

Ketua tim PKM-RE ITS Yusuf Chandra ST saat menyimulasikan ektraksi energi di sumur minyak terbengkalai dengan metode Computational Fluid Dynamics

Dengan memanfaatkan nanofluida tersebut sebagai pengganti air, kapasitas energi listrik yang dapat dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga uap sebesar 1,3 megawatt. Jika inovasi ini diterapkan pada ribuan sumur minyak terbengkalai di Indonesia, diperkirakan produksi listrik nasional dapat bertambah hingga 20 gigawatt. Sehingga bisa memberikan kontribusi signifikan terhadap target peningkatan porsi energi terbarukan sebesar 29,8 persen.

Tidak hanya menghasilkan riset yang berkelanjutan, tim yang terdiri dari empat mahasiswa yang baru saja bergelar sarjana tersebut telah berhasil menjuarai ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-37, Oktober lalu. Tim ini berhasil membawa pulang medali emas untuk kategori poster PKM-RE. Kejayaan ini merupakan kebanggaan tersendiri bagi tim karena berhasil mengharumkan nama almamater.

Terakhir, mahasiswa asal Probolinggo tersebut berharap penelitian terhadap nanofluida ini dapat dikembangkan lagi lebih lanjut. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mencapai target energi bersih. “Nanofluida menjadi solusi fluida alternatif yang lebih efisien, khususnya untuk memanfaatkan potensi sumur minyak terbengkalai di Indonesia,” pungkasnya. (boi)

Tinggalkan Komentar