Deepfake: Teknologi Canggih yang Menjadi Ancaman Bagi Wanita

Deepfake Teknologi Canggih Ancaman Wanita

Haijatim.com, Malang – Teknologi deepfake telah menjadi fenomena yang mengkhawatirkan di era digital. Dengan memanfaatkan kecerdasan buatan dan machine learning, teknologi ini memungkinkan pembuatan video dan audio manipulatif dengan tingkat keakuratan tinggi. Meski memiliki potensi dalam dunia kreatif, deepfake sering disalahgunakan untuk tujuan eksploitasi, khususnya terhadap perempuan.

Deepfake dan Eksploitasi Digital
Salah satu penyalahgunaan paling mencolok dari deepfake adalah pembuatan konten pornografi palsu menggunakan wajah perempuan tanpa izin. Praktik ini tidak hanya mencemarkan nama baik korban tetapi juga menimbulkan dampak psikologis yang mendalam, seperti trauma dan hilangnya rasa aman. Deepfake juga digunakan sebagai alat untuk memeras, mengintimidasi, atau mempermalukan korban, terutama di ruang publik seperti media sosial.

Deepfake Teknologi Canggih Ancaman Wanita
Kasus Azma Bukhari, seorang politikus Pakistan, menjadi contoh nyata dari ancaman ini. Wajahnya digunakan dalam video seksual palsu yang disebarkan untuk merusak reputasinya. Dampaknya tidak hanya pada emosional Bukhari tetapi juga pada kredibilitasnya sebagai pemimpin perempuan. Kasus seperti ini menyoroti bagaimana deepfake menjadi senjata digital yang menargetkan perempuan dengan memperkuat norma patriarkal dan budaya misogini.

Ketidaksetaraan Gender dalam Dunia Teknologi
Deepfake hanyalah salah satu dari banyak bentuk ketidakadilan gender yang terjadi di dunia digital. Pengembangan teknologi sering kali tidak melibatkan sudut pandang perempuan, sehingga produk dan layanan yang dihasilkan cenderung tidak responsif terhadap kebutuhan mereka. Bias algoritma, misalnya, memperkuat stereotip gender, sementara representasi perempuan di media digital sering kali merendahkan, seperti dalam video game atau media sosial.

Ketidaksetaraan ini juga terlihat pada cara perempuan menjadi target eksploitasi di dunia digital, baik melalui pelecehan daring, perdagangan manusia, atau pencemaran nama baik menggunakan teknologi canggih seperti deepfake. Semua ini menciptakan lingkungan digital yang tidak aman bagi perempuan dan memperkuat ketimpangan gender.

Upaya Penanggulangan
Menghadapi tantangan ini, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan pemerintah, platform digital, dan masyarakat:

1. Edukasi dan Literasi Digital
Meningkatkan literasi digital menjadi langkah awal yang penting. Perempuan perlu dibekali pengetahuan tentang cara mengenali konten palsu, menjaga privasi data, dan melindungi diri dari potensi eksploitasi di dunia maya.

2. Penguatan Regulasi Hukum
Pemerintah harus merumuskan regulasi yang tegas untuk menindak pelaku penyalahgunaan deepfake. Hukuman yang berat dan perlindungan hukum yang sensitif terhadap gender dapat menjadi langkah preventif sekaligus memberikan keadilan bagi korban.

3. Kolaborasi Multisektor
Kerjasama antara komunitas feminis, perusahaan teknologi, dan pemerintah diperlukan untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman dan inklusif. Platform digital harus bertanggung jawab untuk mendeteksi dan menghapus konten deepfake, serta menyediakan mekanisme pelaporan yang efektif bagi korban.

4. Dukungan Komunitas
Solidaritas di antara komunitas feminis dapat memberikan dukungan emosional dan praktis bagi korban. Komunitas juga bisa menjadi agen perubahan yang mendorong kesadaran publik akan bahaya eksploitasi berbasis teknologi.

Feminisme Digital sebagai Solusi
Feminisme digital hadir sebagai upaya untuk mengatasi ketidaksetaraan gender di era teknologi. Gerakan ini menyoroti pentingnya akses teknologi yang setara bagi perempuan, meningkatkan representasi mereka di dunia digital, dan melawan pelecehan daring. Dengan pendekatan interseksional, feminisme digital bertujuan untuk memahami keragaman pengalaman perempuan dan mendorong perubahan sistemik yang mendukung kesetaraan gender.

Kesimpulan
Deepfake adalah ancaman nyata yang tidak hanya merugikan perempuan secara individu tetapi juga memperkuat norma sosial yang merugikan. Untuk melindungi korban dan mencegah penyalahgunaan teknologi ini, diperlukan langkah-langkah kolaboratif yang mencakup edukasi, regulasi, dan perubahan budaya. Melalui feminisme digital, kita dapat menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan adil bagi semua, khususnya bagi perempuan yang sering kali menjadi target eksploitasi.

Daftar Pustaka:
Vaccari, C., & Chadwick, A. (2020). Deepfakes and disinformation: Exploring the impact of synthetic political video on deception. Social Media + Society, 6(1), 1-13. https://doi.org/10.1177/2056305120903408
Vachhani, S. J. (2023). Networked feminism in a digital age: Mobilizing vulnerability and agency. Gender, Work & Organization, 30(3), 1-18. https://doi.org/10.1111/gwao.13097
Gestos, M., Smith-Merry, J., & Campbell, A. (2018). Representation of Women in Video Games: A Systematic Review of Literature in Consideration of Adult Female Wellbeing. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 21(9), 535–541 https://doi.org/10.1089/cyber.2017.0376
Burgess, J. P. (2016). Security studies. In Routledge Handbook of International Political Sociology. https://doi.org/10.4324/9781315446486
France 24. (2024, December 3). Deepfakes weaponised to target Pakistan’s women leaders. France 24. https://www.france24.com/en/live-news/20241203-deepfakes-weaponised-to-target-pakistan-s-women-leaders

Deepfake Teknologi Canggih Ancaman Wanita
Penulis
Shamfira Putri
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik – Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Brawijaya

Tinggalkan Komentar